MAKA NIKMAT RABBMU MANAKAH YANG KAU DUSTAKAN

"Milik-Nyalah pembendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yg Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu" Qs Asy-Syura' :12

KENIKMATAN TERINDAH ADALAH KETIKA DAPAT MELIHAT WAJAH ALLAH

"Allah menggembirakan mereka dengan menurunkan rahmat, kridoan dan syurga, mereka mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya" Qs At-Taubah:21

KENIKMATAN DUNIA HANYA SEMENTARA

"Ketauilah, sesungguhnya kehidupasn dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga diantara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan....."Qs Al-Hadd:20

SYUKURI SEGALA NIKMAT YANG ALLAH BERIKAN

"Dan golongan kanan, alangkah muliannya golongan kanan itu. (mereka) berada diantara pohon bidara yang tidak berduri(jannah)..."Qs Al-Waqiah:27-28

TIDAKKAH SURGA MENGGIURKAN UNTUKMU??

"Didalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik dan jelita. Maka nikmat Rabbu yang manakah yang engkau dustakan" Qs Ar-Rahman:70-71

Thursday 1 August 2013

Mikroskop “Resolusi-Super” untuk Deteksi Struktur Nano

Para peneliti telah menemukan suatu cara untuk melihat struktur nano sintetik dan molekul menggunakan mikroskop optik resolusi-super tipe baru yang tidak membutuhkan zat warna fluoresen, menjadikannya alat yang praktis untuk digunakan pada riset biomedis dan nanoteknologi.
“Mikroskop optik resolusi-super ini telah membuka jendela baru pada dunia nanoskop,” ujar Ji-Xin Cheng, seorang associate professor teknik dan kimia biomedis dari Purdue University. Mikroskop optik konvensional dapat melihat objek berukuran tidak lebih kecil dari 300 nanometer (1 nanometer sama dengan sepermiliar meter), yang merupakan batasan yang disebut sebagai “limit difraksi”. Limit difraksi didefinisikan sebagai setengah dari panjang gelombang cahaya yang digunakan untuk melihat spesimen pada mikroskop. Bagaimanapun, peneliti berharap mikroskop dapat digunakan untuk melihat struktur molekul seperti protein dan lipid, dan juga struktur nano sintetik seperti nanotabung yang memiliki diameter beberapa nanometer.
“Limit difraksi merepresentasikan batasan fundamental dari resolusi pencitraan optik,” ujar Cheng. “Stefan Hell dari Max Planck Institute dan lainnya telah mengembangkan suatu metode pencitraan resolusi-super yang membutuhkan penandaan fluoresens. Di sini, kami mendemonstrasikan suatu skema baru yang mendobrak limit difraksi pada pencitraan optik pada spesimen non-fluoresens. Karena bebas penanda, maka sinyal gelombang dari objek dapat langsung dideteksi sehingga kami dapat mempelajari lebih jauh struktur nano tersebut.”
Penjelasan mengenai penemuan ini secara detail dibahas pada makalah riset yang tampil sejak hari Minggu (28 April 2013) di jurnal Nature Photonics. Sistem pencitraan ini, yang disebut saturated transient absorption microscopy (STAM) menggunakan trio pancaran laser, termasuk pancaran laser yang berbentuk seperti donat yang hanya memendarkan beberapa molekul tertentu secara selektif. Elektron pada atom dari molekul yang berpendar keluar sesaat menuju tingkat energi yang lebih tinggi atau disebut juga sebagai proses eksitasi, sementara elektron lain tetap berada pada keadaan dasar. Citra objek dibentuk menggunakan laser yang mampu membandingkan perbedaan antara molekul dalam keadaan tereksitasi dan keadaan dasar.
Para peneliti mendemonstrasikan sistem mikroskop tersebut dengan mengambil citra dari kepingan nano grafit yang memiliki lebar 100 nanometer. Sistem ini berpotensi besar pada studi nanomaterial, baik alami maupun sintetik. Riset selanjutnya di masa mendatang kemungkinan akan menyertakan laser dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Ketika panjang gelombang cahaya memendek, peneliti dimungkinkan untuk meneliti objek yang lebih kecil secara lebih fokus.

Deteksi Struktur Protein Hingga Tingkat Atomik

Protein merupakan salah satu biomolekul terpenting yang ditemui di seluruh bentuk kehidupan di muka bumi, bahkan pada virus. Peran sentralnya sebagai membran, transporter, pembentuk organel sel, hingga enzim-enzim regulator metabolisme membuat studi terhadap protein terus dikembangkan dan tidak pernah ada habisnya. Salah satu studi mengenai protein yang paling dicermati saat ini adalah mengenai bentuk dan struktur protein.
Struktur protein tiga dimensi penting untuk diketahui sebab dapat merepresentasikan aktivitas, fungsi, stabilitas, maupun paramater fisika-kimia lainnya. Metode penentuan struktur tiga dimensi protein yang luas digunakan saat ini adalah kristalografi sinar-X (X-ray crystallography). Kristalografi sinar-X menggunakan pancaran sinar-X yang ditembakkan mengenai suatu protein yang telah dimurnikan atau memiliki kemurnian tinggi sehingga berbentuk kristal. Pancaran gelombang sinar-X yang mengenai struktur kristal protein kemudian akan terhambur. Hamburan sinar-X yang muncul kemudian dibaca dan struktur kristal protein dapat diketahui.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah performa dari instrumen itu sendiri dimana resolusi gelombangnya masih rendah sehingga struktur protein tidak dapat ditentukan secara pasti. Tim riset dari SLAC National Accelarator Laboratory dari Departemen Energi Amerika Serikat telah mengembangkan metode kristalografi sinar-X terbaru yang menggunakan laser sinar-X beresolusi ultra-tinggi (ultra-high resolution) yang mereka sebut SLAC Linac Coherent Light Source (LCLS). Instrumen ini  termasuk ke dalam jenis Coherent X-ray Imaging (CXI).
Metode ini dikembangkan dari kristalografi sinar-X konvensional dimana perbedaannya terletak pada pulsa sinar-X yang digunakan. LCLS menggunakan kristalografi femtosekon (10-15 s) dan pencitraan split-second laser sinar-X dengan panjang gelombang yang sangat pendek dan berintensitas tinggi. Teknik ini membuat para ilmuwan dapat meneliti struktur protein dengan ukuran yang lebih kecil namun memiliki resolusi tinggi. LCLS juga dapat digunakan untuk studi dinamika molekuler protein yang diamati.
Tim peneliti tersebut pertama kali menguji metode ini untuk meneliti struktur suatu protein sederhana yang terdapat pada putih telur, lisozim. Lisozim merupakan suatu enzim penghancur yang mudah dimurnikan dan dikristalisasikan serta telah banyak dipelajari sehingga cocok digunakan pada eksperimen ini.  Tim ini menyimpulkan bahwa metode ini bahkan dapat memprediksi strukturnya hingga ke tingkat atom individual dari protein dan bukan hanya sekuens asam aminonya. Meskipun laser sinar-X akan menghancurkan seluruh struktur, namun difraksi sinarnya lebih dahulu sampai ke detektor. Metode ini merupakan metode pertama yang mendemonstrasikan difraksi sebelum kehancuran molekul dan tetap menghasilkan citra yang beresolusi tinggi.
Metode ini akan diujikan untuk menganalisis sampel protein yang jauh lebih kompleks, misalnya protein membran yang sangat penting pada fungsi sel hingga protein-protein fungsional yang terlibat pada proses fotosintesis. Penemuan metode ini juga diperkirakan akan sangat berpengaruh terhadap penemuan di berbagai ranah sains lainnya, misalnya di bidang medis, farmaseutika, hingga energi alternatif.

Sangkar Protein untuk Melawan Penyakit

Perkembangan dunia medis dan pengobatan saat ini sangat pesat. Hal ini juga dikarenakan perkembangan berbagai ilmu terkait yang juga meningkat pesat. Baru-baru ini, ahli biokimia dari UCLA berhasil merancang protein terspesialisasi yang dapat mengatur diri mereka sendiri untuk membentuk suatu sangkar molekuler yang sangat kecil, ratusan kali lebih kecil dari ukuran sel normal. Kreasi struktur miniatur ini dapat menjadi suatu langkah besar dalam mengembangkan metode penghantaran obat dan bahkan desain vaksin artifisial.
Desain sangkar molekuler ini menggunakan pemodelan komputer dimana dua molekul protein yang berbeda dilihat kemungkinannya untuk dapat menyatu membentuk sangkar tiga dimensi yang sempurna. Pemodelan ini sekilas serupa dengan memasang potongan puzzle. Apabila dua molekul protein acak disatukan, maka kemungkinannya membentuk jaringan yang stabil akan sedikit dan akan terbentuk lebih banyak jaringan yang irreguler. Untuk menentukan geometrinya diperlukan pengetahuan mengenai sisi rigid dari protein agar dapat membentuk jaringan stabil.
Sangkar protein ini dapat didesain memiliki rongga sehingga dapat diisi dengan molekul obat. Sangkar ini diharapkan dapat dimanfaatkan pada teknologi penghantaran obat yang menuju target sel yang spesifik seperti sel tumor atau kanker. Sangkar ini juga dapat didesain agar memiliki pori-pori yang cukup agar senyawa obat dapat keluar saat mendekati sel target.
Fungsi lain sangkar protein yang tak kalah hebat adalah sebagai vaksin artifisial. Vaksin biasanya diperoleh dari partikel virus/virion yang telah dilemahkan (attenuated vaccine). Virion yang telah dilemahkan ini kemudian diinjeksikan ke dalam pembuluh darah sehingga tubuh dapat membentuk imunitas terhadap partikel virus tersebut. Meski efektif, kelemahan metode ini adalah sulitnya melemahkan virus karena tingkat bahayanya sehingga sangat berisiko untuk digunakan pada manusia. Untuk itu saat ini telah dicari solusi lainnya untuk melawan virus yaitu dengan menggunakan vaksin buatan/artifisial.
Vaksin artifisial merupakan vaksin yang bukan berasal dari partikel virus/virion tetapi berasal dari molekul lain dengan struktur yang serupa. Sangkar protein ini dapat dimanfaatkan sebagai vaksin artifisial dengan struktur yang menyerupai partikel virus yang asli. Sangkar protein ini dapat mengelabui sistem imunitas tubuh sehingga menganggapnya sebagai partikel virus yang sedang menyerang sel tubuh. Tentu metode ini tidak selalu berhasil, tetapi struktur sangkar protein yang kecil dan menyerupai struktur virus dapat menghasilkan respon imunitas yang bahkan dapat melebihi respon terhadap vaksin konvensional.
Untuk penggunaannya pada penghantaran obat, sangkar protein sebaiknya berasal dari protein manusia atau protein yang menyerupai struktur protein pada manusia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penghantaran obat karena sistem imun tidak menganggapnya sebagai protein asing yang harus dihancurkan.
Desain molekul protein dengan struktur dan geometri yang diinginkan dapat terlebih dahulu menggunakan pemodelan komputer, yang berarti membutuhkan pengetahuan bioinformatika terutama mengenai sekuens asam amino dan folding protein. Realisasi metode ini membutuhkan penelitian lebih lanjut di bidang biologi struktural, bioinformatika, dan teknik biomedis. Tentu kita berharap metode ini segera terealisasikan agar berbagai permasalahan di bidang medis dapat teratasi, terutama permasalahan drug delivery dan vaksin.

Mikroskop “Resolusi-Super” untuk Deteksi Struktur Nano

 
Tes medis yang saat ini banyak digunakan menggunakan metode immunoassay. Immunoassay merupakan metode deteksi biomarker (penanda bio) yang berhubungan dengan penyakit tertentu yang mengikuti prinsip sistem imun dalam mengenali senyawa asing. Keberadaan biomarker ditentukan dari sampel biologis seperti darah dan urin. Immunoassay dapat mendeteksi keberadaan biomarker tertentu lewat serangkaian reaksi yang melibatkan protein antibodi dan senyawa kimia yang dapat menghasilkan fluoresensi atau perpendaran cahaya.
Fluoresensi tersebut dapat dideteksi dengan mikroskop ataupun instrumen lainnya. Semakin tinggi intensitas cahaya yang berpendar semakin tinggi pula konsentrasi biomarker, begitupun sebaliknya. Namun apabila konsentrasi biomarker sangat kecil, deteksi immunoassay konvensional belum mampu mendeteksinya. Padahal penentuan ini sangat penting untuk deteksi dini berbagai penyakit seperti kanker, Alzheimer’s, maupun kelainan lainnya. Sehingga peningkatan batas deteksi menjadi penting dalam riset immunoassay lebih lanjut.
Para ilmuwan dari Princeton University telah mengembangkan  suatu deteksi immunoassay lanjut yang dapat meningkatkan batas deteksi hingga tiga juta kali lipat dibandingkan immunoassay konvensional dengan bantuan nanoteknologi. Teknik immunoassay terbaru ini menggunakan suatu nanopartikel yang disebut D2PA. Nanopartikel ini terdiri atas lapisan tipis nanostruktur emas (Au) berdiameter 10-15 nanometer yang dilingkupi oleh pilar gelas membentuk partikel berdiameter 60 nanometer. Nanopartikel ini memiliki kemampuan untuk mengumpulkan cahaya yang ditransmisikan oleh antibodi yang mengandung biomarker dan fluoresens yang berpendar pada analisis immunoassay. D2PA terbukti dapat meningkatkan sinyal transmisi perpendaran hingga satu miliar kali. Efek ini disebut sebagai hamburan Raman permukaan.
Secara teknis, para peneliti tersebut dapat mendeteksi keberadaan biomarker pada konsentrasi 300 attomolar (1 attomolar = 10-9 nanomolar) dibandingkan batas deteksi biomarker pada analisis immunoassay konvensional yang hanya 0.9 nanomolar. Dapat dikatakan bahwa batas deteksi immunoassay dengan bantuan nanopartikel meningkat hingga tiga juta kali lipat. Riset ini tentu suatu terobosan yang sangat penting dalam dunia medis dan kedokteran, dimana penyakit-penyakit seperti kanker dapat terdeteksi lebih awal sehingga penanganannya jauh lebih mudah.

Glycoproteins Dibuat Sesuai Susunannya

Diadaptasi dari Nat. Chem. Biol.
N-Glycosylation Rekayasa, pada teknik baru, secara metabolikal mengganti E. coli dengan menghasilkan hexasaccharide terhubung dengan lipid. Dua enzim C. jejuni terekayasa (merah muda dan hijau) menempel pada protein (biru) pada periplasma (antara cytoplasmic dan membran sel). Pada in vitro, glycans menghiasi dan glycan yang dibuat ditambahkan secara enzimatikal.
Bottom of Form
Sebuah tim internasional untuk pertama kalinya telah mengolah tipe N-glycoprotein homogen yang dihasilkan oleh organisme eukaryotic, termasuk didalam manusia, dari prokaryotes. Pada molekul protein tersebut, gula bercabang dari komposisi seragam dihubungkan pada arginines khusus.
Pekerjaan ini dapat mengarahkan pada pengobatan antibodi monoclonal dengan potensi yang berkembang dengan sedikit efek samping serta dapat memudahkan studi tentang efek biologis dari protein berbeda pada pola glycosylation-nya, yang memainkan fungsi penting yang masih belum sepenuhnya dapat dipahami.
Beberapa kelompok telah mencoba untuk menghasilkan N-glycoproteins (N-glycans) pada bakteri, yang secara tipikal tidak meng-glycosylate protein mereka. Seorang mikrobiologist yaitu Markus Aebi pada Swiss Federal Institute of Technology, Zurich, dan para rekan kerjanya sebelumnya telah merekayasa Escherichia coli dengan gen dari Campylobacter jejuni, bakterium yang menyebabkan gastroenteritis yang tidak biasa mempunyai kemampuan untuk meng- glycosylate proteinnya. Namun rekayasa E. coli yang membuat glycoproteins dengan suatu immunogenik C. jejuni glycan serta gula bacillosamine yang tidak biasa dan tidak diinginkan terhubung pada protein.
Sekarang ini, Aebi, seorang spesialis protein glycosylation yaitu Lai-Xi Wang pada University of Maryland School of Medicine, dan rekan kerjanya melaporkan untuk pertama kalinya bahwa E. coli dapat direkayasa dengan gen C. jejuni untuk membuat bacillosamine yang bebas N-glycoproteins dimana dapat dielaborasikan secara enzimatik kedalam nonimmunogenic eukaryote bertipe N-glycoproteins dengan glycans terkostumasi (Nat. Chem. Biol., DOI: 10.1038/nchembio.314). Mereka melakukan ini dengan memproduksi N-glycoproteins pada C. Jejuni dalam sel rekayasa E. coli, memurnikan mereka, lalu menukar glycans mereka bagi eukaryotic.
N-glyco­proteins homogen dapat juga dibuat dengan cara lain, seperti sintesis kimiawi atau dengan ekspresi pada ragi rekayasa. Akan tetapi sintesis kimiawi sangatlah menantang dan membutuhkan waktu. Serta Aebi dan Wang mempercayai pendekatan bakterial akan sangat cepat, dan menghasilkan lebih tinggi dari pada menciptakan mereka pada peragian, yang mana eukaryotes.
Seperti contoh, ragi telah direkayasa secara berbeda bagi tiap-tiap tipe glycan (glycoform), diman metode barunya “akan memiliki tingkat fleksibilitas untuk menghasilkan serangkaian glycoforms homogen dengan menggunakan satu tipe E. Coli terekayasa,” kata Wang. “Lebih lanjut, hal ini juga akan menghasilkan glycoforms tidak alamiah dimana sistem raginya tidak mampu untuk memproduksi.” Pendekatan ragi ini dikontrol oleh Merck & Co. Sebagai suatu hasil dari akuisisi pada tahun 2006 dari perusahaan biotech GlycoFi, yang mengembangkannya.
Seorang spesialis bakterial N-glycosylation yaitu Christine M. Szymanski pada University of Alberta, di Edmonton, mengatakan bahwa studi baru ini menunjukkan  “seseorang yang untuk pertam kalinya telah mampu menggunakan suatu sistem bakterial untuk mensintesis eukaryotic homogen N-yang terhubung dengan glycoprotein. Ada sistem yang lainnya telah digunakan untuk hal ini, namun mereka menghadapi permasalahan. Yang satu ini menunjukkan janji yang banyak namun memerlukan pengembangan lebih lanjut untuk membuat sistemnya memungkinkan secara komersil.”

Lisozim: Penangkal Bakteri Alami pada Airmata

Mata kita sebagai salah satu organ yang paling sensitif dilindungi oleh organ lain dan zat kimia tertentu. Mulai dari rambut mata, alis, dan kelopak mata yang melindungi secara fisik, mata juga dilindungi oleh airmata yang melindungi secara kimiawi. Airmata ternyata tidak hanya memiliki fungsi untuk melumasi mata yang kering tetapi juga melindungi mata dari mikroorganisme berbahaya terutama bakteri.
Sekitar seabad yang lalu, peraih Nobel bidang kedokteran Alexander Fleming menemukan bahwa airmata mengandung protein yang bersifat antiseptik yang disebut lisozim. Setelah penemuan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui struktur dan cara kerja protein tersebut dalam membunuh bakteri.
Tim peneliti dari University of California Irvine menemukan bahwa struktur lisozim tersebut seperti memiliki semacam “mulut” yang dapat “memangsa” bakteri berbahaya. Tim ini menggunakan suatu transistor yang sangat kecil sekitar 25 kali lebih kecil daripada sirkuit laptop atau smartphone. Lisozim ditempelkan pada transistor ini dan kemudian aktivitasnya dipantau. Pengamatan menunjukkan bahwa lisozim memang memiliki struktur seperti mulut yang dapat memakan bakteri lewat jalan menghancurkan dinding selnya. Hal ini dimungkinkan karena adanya aktivitas katalitik dari lisozim.
“Mulut lisozim tersebut akan mengunyah bagian dinding sel bakteri yang masuk dan ingin menginfeksi mata kita,” jelas Professor Gregory Weiss, seorang ahli biologi molekular yang merupakan wakil ketua proyek ini. Butuh beberapa tahun bagi para peneliti dari UCI ini untuk menyusun transistor ekstra kecil ini dan dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas dari protein pada airmata.
Para peneliti berharap teknologi ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi molekul karsinogenik penyebab kanker. Gregory Weiss, yang kehilangan ayahnya akibat menderita kanker paru-paru, mengatakan apabila suatu molekul terdeteksi terkait dengan kanker maka kita akan dapat mendeteksi keberadaan kanker jauh lebih awal. Apabila keberadaan kanker diketahui jauh lebih awal, pasien akan memiliki peluang untuk sembuh jauh lebih besar.
Disarikan dari ScienceDaily.Com
Sumber gambar: http://www.urmc.rochester.edu

Protein Berumur Panjang Penangkal Penuaan Sel


Salah satu pertanyaan terbesar dalam bidang ilmu biologi adalah: bagaimana sel menua? Saat ini, para ilmuwan dari Salk Institue for Biological Studies melaporkan bahwa mereka menemukan kelemahan dari salah satu komponen yang menyebabkan terjadinya penuaan pada sel otak. Para ilmuwan tersebut menemukan beberapa protein yang disebut sebagai protein berumur sangat panjang (extremely long-lived proteins/ELLPs). Protein ini ditemui pada permukaan inti sel neuron dan yang mengejutkan adalah memiliki waktu hidup jauh lebih lama dibanding protein-protein lainnya di dalam tubuh.
Apabila kebanyakan protein dalam tubuh hanya berumur sekitar dua hari, para peneliti ini menemukan bahwa ELLPs pada otak tikus memiliki umur yang tidak jauh berbeda dengan umur organisme itu sendiri. Penemuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Science. Peneliti tersebut pertama-tama menemukan suatu “mesin” intraselular yang esensial dimana salah satu komponennya adalah protein. Mereka berasumsi bahwa protein ini tidak tergantikan selama berada pada “mesin” tersebut.
ELLPs membentuk saluran transportasi pada permukaan inti sel yang dapat diibaratkan sebagai pintu yang mengatur bahan-bahan kimia yang masuk dan keluar. Tidak seperti protein lainnya di dalam tubuh, ELLPs tidak digantikan selama masih mengalami aktivitas yang normal, dan tidak mengalami modifikasi kimia atau kerusakan lainnya.
Kerusakan pada ELLPs dapat melemahkan kemampuan saluran transportasi tiga dimensi yang terdiri atas protein-protein ini. Apabila ELLPs yang berperan sebagai pelindung sel dari toksin ini rusak, maka selanjutnya toksin tersebut akan mengubah struktur DNA sel dan mengganggu aktivitas gen, sehingga menyebabkan terjadinya penuaan sel.
Pada kebanyakan sel makhluk hidup, kecuali neuron, sel melawan kerusakan fungsional yang disebabkan oleh perubahan struktur protein. Sehingga protein-protein tersebut perlu diganti dengan protein yang baru yang memiliki fungsi sesuai dengan sebelumnya. Menurut Martin Hetzer, seorang professor di Salk’s Molecular and Cell Biology Laboratory yang merupakan ketua tim peneliti ini, kerusakan pori-pori inti sel kemungkinan merupakan mekanisme utama terjadinya kerusakan fungsi inti sel yang berkaitan dengan usia.
Penemuan ini semakin membuktikan pemahaman saat ini akan relevansi dari sifat penuaan dari molekul tertentu pada sel dengan kelainan-kelainan neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Disarikan dari ScienceDaily.Com

Nanopartikel Membahayakan Kesehatan?

Nanosains dan nanoteknologi merupakan ranah ilmu yang dewasa ini berkembang sangat pesat dan digunakan dalam berbagai keperluan. Ukuran partikel yang kecil namun efisiensi yang lebih tinggi merupakan alasan ilmu ini dikembangkan. Namun, ternyata tidak hanya efek positif yang dapat dihasilkan dari perkembangan sains dan teknologi ini tetapi juga efek negatif. Nanopartikel ditengarai membahayakan kesehatan manusia yang kontak dengannya.
Para peneliti dari Centre of Cancer Biomedicine Norwegian Radium Hospital menemukan bahwa nanopartikel dapat mengganggu jalannya transportasi substansi vital masuk dan keluar sel. Tim peneliti ini juga menemukan bahwa terganggunya transportasi tersebut mengakibatkan  kerusakan fisiologis sel dan mengganggu fungsi sel yang normal. Meski beberapa jenis nanopartikel telah dimanfaatkan sebagai obat, efek jangka panjangnya dikhawatirkan dapat mengganggu transportasi substansi vital pada sel.
Nanopartikel dapat memasuki tubuh manusia melalui berbagai macam mekanisme. Nanopartikel terlebih dahulu disimpan di dalam vesikel yang berada pada permukaan sel. Vesikel kecil kemudian bergabung membentuk vesikel besar seperti badan multivesikular. Badan multivesikular ini kemudian bergabung dengan lisosom, dimana protein dan makromolekul lainnya dipecah oleh protease dan enzim lainnya. Nanopartikel yang terkandung di dalamnya dapat menyebar di dalam sel dan dapat keluar melalui jalur endosom ataupun daur endosom.
Tim peneliti ini kemudian bereksperimen dengan menggunakan nanopartikel besi oksida yang biasa digunakan pada pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging/MRI) selama 20 tahun. Peneliti menemukan bahwa meski 99% protein sel tidak berikatan dengan nanopartikel sehingga nanopartikel dapat keluar dari sel, 1% lainnya berikatan dengan sel dan tidak dapat dikeluarkan dari sel. Jumlah ini dikhawatirkan dapat mengganggu jalannya sistem transportasi internal sel melalui endosom.
Penelitian ini menjadi penting terutama di bidang pengobatan dan industri farmasetika yang menggunakan nanopartikel. Nanopartikel yang diproduksi sebagai obat-obatan harus mengedepankan risiko akumulasi nanopartikel dalam sel yang dapat mengganggu sistem transportasi sel. Selain itu, nanopartikel obat yang tidak mencapai target harus dapat didegradasi dan dieksresi secara sempurna dari tubuh.

Menghapus Kenangan Buruk Dengan Metyrapone



Tim peneliti dari Centre for Studies on Human Stress of Louis-H. Lafontaine Hospital University of Montreal menemukan bahwa mengingat kembali kenangan buruk di bawah pengaruh obat metyrapone dapat mengurangi kemampuan otak untuk merekam kembali emosi negatif yang berhubungan dengan kenangan tersebut. Tim ini ingin menguji teori bahwa memori tidak dapat diubah setelah terekam di dalam otak.Ditulis oleh Abi Sofyan Ghifari pada 30-05-2011
Metyrapone merupakan obat yang dapat mengurangi tingkat kortisol secara signifikan. Kortisol merupakan hormon stress yang berkaitan dengan memori. Dengan memanipulasi tingkat kortisol bersamaan dengan pembentukan memori baru dapat menurunkan emosi negatif yang berkaitan dengan memori tersebut. Meskipun pengaruh metyrapone telah hilang dan level kortisol telah kembali normal, penurunan memori dan informasi negatif tetap ada sehingga efek ini dapat bertahan lama.
Hasil penelitian ini memberikan harapan kepada para penderita sindrom memori seperti stress pasca-trauma. Terapi dengan metyrapone diharapkan dapat menghapus kenangan buruk si penderita. Hingga saat ini metyrapone belum menjadi produk komersial, namun penemuan ini sangat menjanjikan untuk pengobatan klinis di masa depan. Studi lebih lanjut tentang obat metyrapone ini juga diharapkan dapat menambah pemahaman terhadap cara kerja otak dalam menyimpan kenangan buruk.

Komunikasi Interseluler Menggunakan Saluran Tabung Nano

Pernahkah Anda memikirkan apa yang terjadi ketika kulit Anda terluka dan beberapa hari kemudian luka tersebut akan tertutup dan sembuh dengan sendirinya? Hal tersebut tak lepas dari peran sel-sel yang ada di dalam tubuh untuk kembali membentuk jaringan kulit. Sel merupakan unit fungsional terkecil dalam tubuh seluruh makhluk hidup tak terkecuali manusia yang memiliki peran masing-masing pada jaringan atau organ tubuh tertentu. Namun bagaimana sel-sel yang jumlahnya sangat banyak tersebut dapat berkomunikasi membentuk suatu aksi tertentu? Pertanyaan tersebut yang akan dijawab oleh para ilmuwan.
Sepuluh tahun belakangan ini para peneliti telah mengetahui bahwa mayoritas sel tubuh dapat membentuk saluran tabung nano ultra-tipis yang disebut sebagai tunneling nanotubes (TNTs). Saluran ini memiliki ketebalan setara dengan 1/500 dari tebal rambut manusia dan merupakan salah satu mekanisme komunikasi interseluler yang berbeda dari yang sebelumnya diusulkan. Pada tahun 2010, Dr. Xiang Wang dan Professor Hans-Hermann Gerdes dari University of Bergen’s Department of Biomedicine menemukan bahwa sinyal elektrik yang melewati tabung nano ini memiliki kecepatan yang cukup tinggi yaitu sekitar 1-2 m/s. Mekanisme inilah yang menjelaskan terbentuknya jaringan tubuh pada embrio manusia dan bagaimana luka dapat sembuh.
Dr. Wang menggunakan zat warna fluoresen untuk mendeteksi perubahan intensitas yang terjadi selama perubahan potensial listrik pada membran sel. Ketika dua sel terkoneksi oleh tabung nano yang dibentuk oleh salah satu sel, terjadi depolarisasi pada membran sel tetangganya sehingga terjadi perubahan potensial membran. Hal ini membuat indikator fluoresen yang ada pada membran sel mengemisikan cahaya yang kemudian dianalisis dengan spektrometer. Percobaan ini dilakukan berulang kali untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya secara statistik. Hasil penelitian mereka ini telah dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
Tabung nano interseluler ini sama sekali tidak permanen. Waktu hidupnya kebanyakan hanya beberapa menit. Hal ini masih diteliti para ilmuwan karena tidak dapat diprediksikan kapan sel membentuk saluran ini. Pembentukan saluran tabung nano interseluler ini memang wajar ditemukan pada banyak sel, tetapi hal ini memang tidak terjadi di semua sel. Penelitian ini juga dilanjutkan untuk mendeteksi pembentukan tabung nano interseluler pada sel otak untuk mengetahui mekanisme kerja pengiriman sinyal yang terjadi.

Menguak Rahasia Melelehnya DNA

Hamburan neutron hingga saat ini telah digunakan untuk menyelidiki struktur serat DNA (deoxyribonucleic acid/asam deoksiribonukleat) pada saat meleleh. Pelelehan DNA terjadi pada rentang suhu tertentu yang menyebabkan ikatan hidrogen antar-basa nitrogen pada untai nukleotida terputus atau terdenaturasi, yang menyebabkan kedua untai nukleotida terpisah.
Metode hamburan neutron memberikan informasi mengenai korelasi antar-pasangan basa nitrogen selama terjadinya denaturasi, yang tidak mungkin dideteksi dengan teknik lainnya. Metode ini digunakan untuk mengkarakterisasi ukuran dari daerah pada DNA yang terdenaturasi ketika terjadi perubahan temperatur, dan ukuran tersebut dapat dibandingkan dengan prediksi ukuran dari model teoritis.
Model Peyrard-Bishop-Dauxois (PBD) memprediksikan bahwa denaturasi DNA yang dipengaruhi suhu akan terjadi sepanjang persambungan kedua nukleotida dengan gerakan seperti “membuka resleting”. Eksperimen ini sangat mendukung kuat prediksi model tersebut hanya pada tahap pertama transisi, setelah molekul DNA dipanaskan. Ekpserimen ini hanya dapat mengukur hingga tahapan pertama transisi karena setelah tahap itu 50% untai DNA akan terdenaturasi, menjadi terkulai dan strukturnya tidak lagi stabil lagi –DNA telah terdenaturasi menjadi potongan-potongan nukleotida.
“Eksperimen ini merupakan verifikasi yang sangat penting terhadap validitas model maupun teori yang mendukung, maka hasil studi ini dapat digunakan secara terpercaya untuk memprediksi perilaku dan karakteristik DNA,” kata Andrew Wildes, seorang ilmuwan instrumentasi dari Institut Laue-Langevin (ILL). “Hasil studi ini dapat membantu untuk memahami proses biologi seperti transkripsi gen dan reproduksi sel, dan hal ini juga membuat kita selangkah di depan dalam aplikasi teknologi seperti menggunakan DNA sebagai penyepit berskala nano atau sebagai komponen komputer.”
“Telah banyak riset yang menghasilkan data yang baik – seperti kurva pelelehan yang baik – mengenai titik transisi, tetapi itu tidak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh apakah 50% DNA yang meleleh adalah setengah molekul DNA yang seluruhnya terdenaturasi dan yang lainnya masih bergabung? Ataukah untai DNA sebagian terpisah?  Hamburan neutron memberi kita informasi tentang struktur DNA pada saat proses pelelehan terjadi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini,” jelas Michel Peyrard, seorang professor fisika di Ecole Normale SupĂ©rieure de Lyon, dan merupakan salah satu penggagas model PBD. “Sama seperti aplikasinya pada perkembangan teknologi, studi ini  juga dapat diaplikasikan pada perkembangan biologi, misalnya pada prediksi lokasi gen tertentu pada sekuens untai DNA.”
Eksperimen tentang DNA telah banyak dilakukan jauh sebelum studi ini. Pionir eksperimen DNA adalah Rosalind Franklin yang menunjukkan bahwa hamburan sinar-x pada suatu sampel DNA dapat memberi gambaran mengenai struktur DNA. Berdasarkan eksperimen tersebut, James Watson dan Francis Crick memperkenalkan model struktur DNA heliks berganda (double-helix) pada tahun 1953 yang sangat terkenal hingga saat ini. DNA merupakan molekul dinamis yang mengalami perubahan struktur yang cukup signifikan. Sebagai contoh, DNA di dalam inti sel terbungkus menjadi sebuah kromosom, yang merupakan kumpulan untai DNA dan protein histon hingga berbentuk menyerupai huruf ‘X’, tetapi ketika informasi genetik yang ada di dalamnya harus dipindai, maka DNA harus terurai dan untai DNA memisah untuk memungkinkan informasi genetik di dalamnya dapat terpindai dengan baik membentuk RNA (ribonucleic acid/asam ribonukleat).